Bagaimana Bila Bukan Aku, Yang Jadi Jodohmu?
Awalnya pertanyaan seperti ini hanya iseng saya lontarkan untuk seseruan, karena muncul begitu saja saat pillow talk bersama suami.
Dengan catatan. Yang namanya apresiasi, pasti hal positif, jangan negativ.
Karena saya yakin tak ada pasangan sempurna. Sedangkan bagaimana cara menikmati hidup itu ... tergantung pada fokus kita melihat sesuatu. Mau fokus merutuki kekurangan pasangan, atau mensyukuri kelebihannya?
Masing-masing kami punya beberapa point, kenapa harus mensyukuri bisa berjodoh.
Postingan kali ini saya gak ingin membahas jawaban suami, karena itu rahasia negara. Kalau saya ekspose kelebihan saya --dimata suami-- nanti takutnya jajaran para mantan akan menyesal. Wkwkkw.
Kalau jawaban saya pada suami, justru muncul begitu saja tanpa perlu berpikir lama. Dalam Bahasa Aceh saya menjawab,
"Kalau, bukan Abang jodoh saya.... mungkin hari ini saya gak bisa menjadi diri sendiri. Gak bisa posting sembarangan di FB demi menjaga image. Saya gak bisa ngomel seharian di rumah, mungkin saya harus jaga penampilan, gak boleh asal-asalan."
Saya bersyukur suami tak melarang istrinya ini melakukan hal-hal konyol, baik di dunia maya, juga dunia nyata.
Kalau bukan dia jodoh saya?
Mungkin hari ini saya sedang tidak baik-baik saja --di rumah terus-- tanpa bisa mengeluarkan apa yang meracau di pikiran saya, ke sosial media.
Atau seperti foto terlampir.
Saya pernah bercerita bahwa saat kecil dulu istrinya ini adalah seorang pemanjat ulung. Pohon kedondong setinggi 4 meter menjadi tempat mangkal saya kalau lagi gak tau mau ngapain. Pohon jambu air, jambu biji, pohon mangga --sejauh ada dahannya-- saya panjat semua.
Beberapa minggu lalu saya duduk depan rumah, bersama suami. Sedikit ingin bernostalgia, saya iseng pengen duduk di atas pagar.
"Boleh gak?" izin saya. Takutnya suami malu kalau kelakuan istrinya dilihat tetangga.
"Naik aja kalau mau," jawabnya santai.
Wah, senang dong dibolehkan manjat dan duduk atas pagar.
"Bang, fotoin ya!"
Eh, diayain.
"Upload boleh, gak?" tanya saya lagi.
Wajahnya tiba-tiba sedikit mengalami temporary penuaan dini. Namun melihat senyum istrinya yang mengandung mantra. Akhirnya malah diayakan.
"Asal jangan caption aneh-aneh!"
****
Jadi menurut kalian gak aneh kan, caption foto ini?
Namun setelah mendengar jawaban satu sama lain yang punya vibes bagus, saya merasa bila hal ini asik bila dipraktekkan, untuk mengapresiasi keberadaan pasangan dalam hidup kita.
Dengan catatan. Yang namanya apresiasi, pasti hal positif, jangan negativ.
Karena saya yakin tak ada pasangan sempurna. Sedangkan bagaimana cara menikmati hidup itu ... tergantung pada fokus kita melihat sesuatu. Mau fokus merutuki kekurangan pasangan, atau mensyukuri kelebihannya?
Masing-masing kami punya beberapa point, kenapa harus mensyukuri bisa berjodoh.
Postingan kali ini saya gak ingin membahas jawaban suami, karena itu rahasia negara. Kalau saya ekspose kelebihan saya --dimata suami-- nanti takutnya jajaran para mantan akan menyesal. Wkwkkw.
Kalau jawaban saya pada suami, justru muncul begitu saja tanpa perlu berpikir lama. Dalam Bahasa Aceh saya menjawab,
"Kalau, bukan Abang jodoh saya.... mungkin hari ini saya gak bisa menjadi diri sendiri. Gak bisa posting sembarangan di FB demi menjaga image. Saya gak bisa ngomel seharian di rumah, mungkin saya harus jaga penampilan, gak boleh asal-asalan."
Saya bersyukur suami tak melarang istrinya ini melakukan hal-hal konyol, baik di dunia maya, juga dunia nyata.
Kalau bukan dia jodoh saya?
Mungkin hari ini saya sedang tidak baik-baik saja --di rumah terus-- tanpa bisa mengeluarkan apa yang meracau di pikiran saya, ke sosial media.
Atau seperti foto terlampir.
Saya pernah bercerita bahwa saat kecil dulu istrinya ini adalah seorang pemanjat ulung. Pohon kedondong setinggi 4 meter menjadi tempat mangkal saya kalau lagi gak tau mau ngapain. Pohon jambu air, jambu biji, pohon mangga --sejauh ada dahannya-- saya panjat semua.
Beberapa minggu lalu saya duduk depan rumah, bersama suami. Sedikit ingin bernostalgia, saya iseng pengen duduk di atas pagar.
"Boleh gak?" izin saya. Takutnya suami malu kalau kelakuan istrinya dilihat tetangga.
"Naik aja kalau mau," jawabnya santai.
Wah, senang dong dibolehkan manjat dan duduk atas pagar.
"Bang, fotoin ya!"
Eh, diayain.
"Upload boleh, gak?" tanya saya lagi.
Wajahnya tiba-tiba sedikit mengalami temporary penuaan dini. Namun melihat senyum istrinya yang mengandung mantra. Akhirnya malah diayakan.
"Asal jangan caption aneh-aneh!"
****
Jadi menurut kalian gak aneh kan, caption foto ini?
Sumber: Facebook Safrina Syams