Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Buku Tematik SD yang Membingungkan

(Bagai bubur ayam yang diaduk-aduk oleh si Penjual sebelum diserahkan ke pembeli)
Saya coba mendampingi anak SD kelas 6 belajar tematis dengan buku tema. Konsep belajar tematis adalah beberapa pokok bahasan dalam mata pelajaran yang berbeda dikumpulkan dalam konteks tema tertentu. Misalnya dengan tema globalisasi (Buku tema 4, SD kelas 6).
Buku Tematik SD yang Membingungkan

Pokok bahasan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, IPS, Matematika, PPKN dipaparkan dalam tema globalisasi itu. Di buku itu ada teks, ada aktifitas, ada latihan dan diskusi.

Karena modalnya bercampur, tidak mudah mencari bagian tertentu, di dalam buku tema ini.

Semua bercampur. Misalnya, anak diminta menulis sambungan teks ekplanasi dalam suatu paragraf. .... "Solusi dari persoalan ini adalah Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) ...... (anak disuruh melanjutkan kalimat ini hingga akhir paragraf). Ini high order of thinking.

Buku harus dibolak-balikkan untuk mencari konteks yang diminta pada latihan ini. Dibaca berulang-ulang, Itupun akhirnya tidak ditemukan.

Contoh lain, anak diminta mendiskusikan tentang dampak globalisasi, dengan tema sentral berfikir global bertindak lokal. Setelah diskusi anak disuruh mengisi matriks tentang, sikap, dampak dll.

Sulit membayangkan bagaimana buku ini dapat dimengerti oleh anak kelas 6 SD.

Pengetahuan dan wawasan apa yang sudah mereka punya sebagai bahan dasar diskusi.

Sedangkan orang tua yang mendampingi di rumah pun pusing tidak dapat membantu.
Kesimpulan saya:
1. Model tematis ini sangat kabur, tidak jelas kompetensi yang hendak dibangun pada setiap bagian.
2. Konteks yang dipilih terlalu kompleks, tidak sesuai dengan perkembangan kognitif anak.
3. Pemilihan tema, kosa kata terlalu sulit. Misalnya cara kerja panel surya, dengan banyak istilah teknis, lebih cocok untuk anak SMA yang sudah belajar fisika.
4. Materi yang bercampur ini bagaikan bubur ayam yang diaduk-aduk oleh si penjual, baru disajikan ke anak. Benar-benar tidak menarik dan menghilangkan semangat belajar. Anak menjadi frustrasi.

Saran:

Kepada departemen yang mengelola pendidikan . Berhentilah bereksperimen gonta-ganti kurikulum, macam poco-poco saja. Maju selangkah mundur dua langkah.
Banyak kerja jadi "kojo ndak kojo".

Mahal sekali dampaknya, banyak energi dan waktu yang hilang dengan model kerja coba-coba seperti ini. Nanti di luar itu, sekolah disalahkan, dituding berkualitas rendah, skor PISA jeblok. Butuh bertahun-tahun bagi guru untuk dapat beradaptasi pada model-model belajar yang berganti-ganti ini.

Kita bagaikan orang tak berpendirian, sebentar ganti, sebentar diubah. Pejabat bagai tidak sudi melanjutkan program yang dibuat pendahulu, tak sudi menyiang yang sudah tumbuh, lebih suka menanam baru. Bagai kodok, kapan teringat, langsung melompat. Tak dikaji jauh-jauh sebelumnya.

Akhirnya semua jadi proyek-proyek baru, proyek buku, proyek pelatihan, proyek monitoring serta evaluasi. Biayanya tidak sedikit. Sadarlah, harus berapa generasi yang dikorbankan untuk eksperimen coba-coba seperti ini?

Sumber: Facebook Safrina Syams