Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Cannon, Wisata Halal, dan Kebhinekaan

Awalnya saya berpikir tak perlu merespon issue ini, karena seiring pertimbangan usia, perdebatan adalah hal yang ingin saya hindar.
Cannon, Wisata Halal, dan Kebhinekaan

Lalu lama kelamaan, ternyata beritanya tak berhenti disana saja, melebar entah kemana hingga menyinggung kebhinekaan. Padahal semula ini hanya perkara ketidakhati-hatian petugas, dalam memperlakukan binatang.

Berita-berita tak mengenakkan terus saja menyerang kami, tanpa ada upaya cover both side untuk keseimbangan berita.

JAUH selum kasus Canon viral, acapkali setiap ada berita yang digoreng menyudutkan Aceh, selalu saja orang diluar sana berbondong-bondong menyumpahi keburukan untuk Aceh kami. Biasanya dimulai dengan pemberian gelar munafik, lalu berakhir pada mendoakan kami kena Tsunami yang lebih dahsyat.

Di Facebook

Twitter

Detik

Instagram

Ya, berita apapun. Dari berita hukum cambuk untuk pelaku zina, hingga berita keteledoran petugas Satpol PP menangkap Anjing.

Mereka dengan gampangnya mengeluarkan kata "Semoga Tsunami lagi di Aceh".

Syukurnya saya belum pernah lihat orang Aceh balas berkomentar "Semoga kalian kena Tsunami juga, kayak kami."

Karena orang Aceh tahu bagaimana rasanya kehilangan anak, kehilangan orang tua, tanpa tau jasad mereka dimana. Kami tentu tak berharap itu menimpa orang lain.

Diluar sana orang kini mulai mengolok-ngolok konsep wisata halal yang konon menyebabkan Cannon mati.

Padahal jauh sebelum ada konsep wisata halal, keberadaan anjing memang sudah kerap mengganggu warga. Bukan hanya mengejar orang, bahkan juga mengigit sampai ada yang dilarikan ke rumah sakit. Untuk bukti, boleh cek ke wall saya lebih jelas tentang ini, atau lebih lengkap ke IG: kabar_singkil.

Para pemangku adat hingga camat sudah menandatangani perjanjian tentang hewan liar, sejak 2019. Para pemilik ressort malah tak mengindahkan, lalu setelah kejadiannya seperti ini baru merasa sedih.

Kemarin kemana saja?

Sebaiknya kalau memang sayang anjing, diajak tinggal bersama di rumah. Jangan ditinggalkan di sana, hanya untuk menjaga ressort saja. Bahkan saat disuruh jemput asik diulur terus.

Saya tentu tak perlu membandingkan kematian Canon di Aceh yang dilakukan tanpa disengaja, dengan kematian begitu banyak anjing di provinsi² lain yang sengaja dibunuh secara brutal, untuk dimakan.

Kemudian saat ada seruan "Jangan main ke Aceh" karena tak ramah anjing, tentu tidak berlaku buat provinsi pemakan anjing. Karena mereka semua melakukannya dengan sengaja, sementara kami tidak.

Saya hanya minta adillah, dalam melihat sesuatu.

Tak sedikit yang mengajak boikot Wisata Halal, gak usah main ke Aceh. Kata mereka, wisata halal tak menghargai Kebhinekaan.

Padahal disaat yang sama ketika mereka tak menghargai adat budaya kami, itu artinya juga tak menghargai Kebhinekaan.

Di India ada sapi yang tak boleh dimakan, di Bali ada hari nyepi dimana tak boleh beraktivitas seharian, di Vatikan tentu kita tidak boleh memakskan azan berkumandang.
Semua wilayah ada adat yang harus diikuti siapapun.

Jika orang-orang bisa menghargai tempat yang tersebut diatas, kenapa untuk Aceh kalian keberatan?

Apakah itu yang disebut Kebhinekaan?

Sumber: Facebook Safrina Syams