Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Rumah Kecil

Ini tentang kecemasan akan keadaan bumi kita. Tentang suhunya yang kian ekstrim, hutan yang terbakar, sumber mata air yang mengering, sampah yang menggunung, hingga bencana alam yang meningkat.
Ini tentang kecemasan akan keadaan bumi kita. Tentang suhunya yang kian ekstrim

Bumi seperti tak ramah lagi untuk ditinggali karena ulah manusianya sendiri. Alih-alih menemukan planet baru yang bisa ditinggali (seperti di film-film) kita malah terus merusak satu-satunya titik semesta dimana kita terkunci. Menggunduli hutannya, meratakan gunungnya, mengotori lautnya, mencemari udaranya.

Apa hubungannya dengan rumah?

Yang perlu diingat ...

Untuk wujudkan tempat tinggal yang besar memerlukan bahan baku dari ALAM dengan jumlah tidak sedikit (semen, batu, kayu, tanah)

Rumah megah nan kokoh kemudian mungkin memang tetap bisa terwujud. Tapi bumi tempat dimana rumahnya berdiri TIDAK. Akibat pengerukan massal yang manusia lakukan.
Menghancurkan bumi, demi membangun rumah?

Lahan semakin sempit. Harga kian mahal.

Kalau ada orang kampung berencana jual tanah demi mengadu nasib ke ibukota, agaknya lucu. Karena faktanya, banyak yang setelah sukses hidup disana malah ngeluh macet, ngeluh polusi, pengennya libur ke tempat yang bernuansa kampung. Seperti main ke puncak, berkemah di hutan nan asri, mengajak anak ke objek wisata "agriculture" berbayar; memetik buah, menanam padi, mengolah kopi, dst.

Padahal, di kampung yang mereka tinggali itu gratis semua. Kan aneh
.
Banyak hotel, perumahan elit, dipusat kota berusaha menghadirkan "sensasi alam" ditempat mereka. Mengeruk danau buatan, membuat air mancur dalam pesona ukiran batu alam, menduplikasi suasana pinggiran pantai, menghadirkan satwa langka, dst.

Sejauh pembuatannya tidak dengan merusak alam saya rasa tak masalah, tapi jika sumbernya dari merampok alam, kemudian orang-orang pun menikmati tiruan alamnya, daripada ke alamnya langsung.

Ini jadinya kok semacam fenomena pria lebih suka sama banci cantik d
aripada wanita cantik 

Bumi yang kita huni ini daratannya kecil, cuma 1/3. Sisanya lautan. Saya tak bisa bayangkan jika hari ini semua orang berlomba-lomba membangun rumah besar, maka 50 tahun lagi, kira-kira dibagian sudut bumi mana masih tersisa bagi cucu kita nanti untuk membangun rumah mereka? Pegunungan mana yang diratakan?

Labeli saja saya naif.

Tapi cuma bumi yang saya punya, saya tak tau mungkin anda sudah menemukan Asgard, sehingga anda bisa seloooow saja lihat keadaan bumi yang kian memprihatinkan.
Itu es di antartika sudah 6 Kali lebih cepat mencairnya, air laut terus naik 1/2 inch per tahunnya, air sungai makin kering, pepohonan semakin sedikit.

Lakukan apa saja, sekecil apapun, untuk bumi kita. Mungkin bagi yang baru berencana membangun rumah, bisa dengan memperkecil ukuran bangunannya namun memperbesar halaman depan dan belakangnya.

Karena yang saya sesali dari rumah kami adalah ketiadaan halaman belakang dan samping, pasca sisa tanah yang kami punya harus 'diikhlaskan' 

Padahal, bayangkan, begitu banyak hal bermanfaat yang bisa dilakukan dihalaman belakang rumah, seperti membakar sampah, menanam cabai, memelihara ayam.

Alangkah bahagianya bila kedepan dibuat qanun, bekal sebelum pendirian rumah.

Seperti tersedianya lahan mengelola sampah mandiri, jumlah pepohonan yang wajib ditanam sesuai ukuran tanah, ketersediaan spot untuk sayuran. Sehingga tak ada lagi sampah berserakan dipinggiran jalan, pemborosan pemakaian listrik untuk pendingin ruangan, tak karena butuh cabe lima biji harus jauh berbelanja kepasar.

Hemat bensin, hemat listrik, hemat plastik, hemat waktu.

[ Ho ka Pak Wali Naggroe? Nyoe Lon jok but saboh, bek hana deuh sagay. Sayang nanggroe nyoe, Gubernur hana, Wali nanggroe pih lagee hana ] 

Uang-uang mereka, yang bikin rumah gedek mereka, yang bikin hotel mereka. Kok saya yang sibuk?

Iya semuanya emang punya mereka, tapi bumi ini kan bukan cuma punya mereka. 

Emang kalau hutan gundul, terus banjir bandang yang kena rumah dia aja?
Kalau polusi, yang kena yang punya mobil aja?

Kalau gempa akibat pasak bumi (gunung) diratakan, yang roboh rumah dia aja?
Tak jarang pula, sudah susah payah bangun rumah besar, saat tua malah tinggal berdua saja. Menghabiskan masa senja (dengan menyapu dan membersihkan rumah) bukan perkara gampang. Belum lagi jarak dari dapur ke kamar, kamar ke ruang tamu yang jauh membuat lansia kepayahan berjalan.

Yakin mau rumah besar?

Bukannya pas tua lebih asik banyak menghirup udara segar pagi sambil beraktivitas dari kebun di belakang atau pekarangan bunga didepan 

Sebelum bangun rumah ada baiknya pikirkan dengan matang. Kalau anak cuma 2-3 cukuplah 3 kamar tidur saya rasa. Daripada membesarkan rumah lebih baik membesarkan halaman. Setidaknya kalau berencana buat resepsi anak tapi gak sanggup sewa gedung, masih sanggup lah kita sewa tenda.

Yaaa khaaaaan?? Atau minimal ada sisa tanah sikit, kali aja kelak muat rumah minimalist buat anak. Jadi asik tetangganya anak sendiri 

"Ikah ka yu gop beuna halaman, di rumoh droe tan!" kata netijen membatin.
Sini Nyai bilangin:

"Orang bijak belajar dari kesalahan yang dilakukannya sendiri. Namun ... orang super bijak itu belajar dari kesalahan yang dilakukan orang lain."

Sumber: Facebook Safrina Syams